ICC Mass Homily 11/18/23: Different Talents for Everyone
HOMILY FOR THE THIRTY-THIRD SUNDAY IN ORDINARY TIME
Prepared & delivered by Rm. Lambert A. Lein, SVD at the ICC Mass held at St. Elizabeth Ann Seaton Catholic Church, Plano, Texas.
Reference: Matthew 25:14-30 (Parable of the Talents)
When I read this Gospel story for the first time, my initial reaction was: why was not everyone given the same amount of talent? There must be reasons why everyone received different amounts. When everyone receives the same amount, there is no room for love and sharing. Whereas when everyone is entrusted with different amounts, then there is ROOM for LOVE to grow and SHARING to be exercised.
As an inspiration, please allow me to share the following story with you.
Seorang wanita petualang berpetualang di sebuah pegunungan untuk merenungkan makna hidupnya. Tibalah ia pada sebuah aliran sungai yang bersih dan jernih, dan dari dalamnya terpancar cahaya sebuah benda yang menyilaukan. Ia mendekatinya, dan itu ternyata sebuah batu berlian yang mahal harganya. Ia mengambil dan menyimpannya ke dalam kotak makanan yang ia bawa.
Tak lama berselang, pada sebuah persimpangan ia berjumpa dengan seorang petualang lain yang lapar dan sedang mencari sesuatu untuk dimakan. Sang wanita menawarkan makanan yg ia bawa. Ketika membuka bungkusan makanannya, sang pemuda petualang terpanah oleh pencaran cahaya batu berlian. Tanpa ragu ia pun memintanya. Sang petualang wanita tersebut tanpa berpikir panjang memberikan berlian itu kepadanya. Dan merekapun berpisah masing-masing ke jalannya sendiri.
Sang pemuda berpikir: ini keberuntunganku. Aku tak perlu bekerja lagi. Berlian ini akan kujual dan uangnya menjadi jaminan hidupku sampai ajal menjemput. Akan tetapi setelah merenung dan berpikir panjang, keesokan harinya ia mencari sang petualang wanita dan mengembalikan berlian tersebut. Kepada sang wanita ia berkata, “Aku tahu berlian ini sangat berharga dan bisa menjamin hidupku selamanya. Akan tetapi aku memutuskan untuk mengembalikannya kepada anda karena aku ingin mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dari anda. Aku ingin anda memberikan apa yang ada dalam HATI-mu yang memampukan anda memberi saya harta semahal itu.” The lady in the story created a room for the young man to experience love.
Ada tiga pesan dari cerita ini:
PERTAMA, kebaikan sekecil apapun yang kita lakukan bisa saja kurang bermakna buat kita, tetapi mungkin bermakna sangat mendalam bagi seseorang out there. Cerita tentang seorang ibu tua di kantor pos dan sebuah perangko menjadi inspirasi.
Si ibu tua hanya dengan satu surat di tangan antri lama di antrean panjang untuk membeli SATU PERANGKO. Kiosk (atau mesin perangko) yang ada bisa sangat membantu dan petugas kantor pos menganjurkan agar ibu itu memasukan uang recehan di sana lalu perangkonya akan keluar dan selesai. Ibu itu menjawab, “Mesin tersebut tidak akan berbicara dengan saya. Ia tak akan bertanya apa kabarku hari ini. Bagaimana kesehatanku. Hanya petugaslah yang bisa berkomunikasi.” The small act of kindness that we do may mean nothing to us, but it means the world to someone who needs it.
KEDUA, tanamlah kebaikan sebanyak-banyaknya tanpa berpikir apa balasannya karena Tuhan punya waktu sendiri untuk mengganjari kebaikan kita. Berikut adalah cerita perjalanan saya ke Kenya dan pengalaman saya di airport.
Several years ago, I went to Kenya to visit my sister who was a religious sister there. At the end of the trip, I gave the remaining Kenyan Schilling money that I have to my sister, thinking that I wouldn’t need any more Kenyan Schilling. Alas, it turned out that to leave the country, I had to pay a tax of about 400 Schilling at the airport. I told the lady at the counter that I didn’t have Schilling anymore, but I could pay with American dollars. She told me to move aside and to stand in the corner. “For what?” I asked. “Until you have Schilling to pay,” she replied.
There was an ATM machine there, so I tried to use it. Unfortunately, I had forgotten to tell my bank that I was going to Kenya. So, after three unsuccessful attempts, my card was locked. In the meantime, unaware of my problem, all members of my traveling group paid the tax and went inside. I was getting desperate. The round-trip ticket cost $1900 at that time, and if I missed the flight and had to book another one, it would be a significant extra cost.
I started praying Our Father, Hail Mary, and Glory Be. I said to the Lord, “God, I am your servant. Please help me here!” I opened my eyes after praying, hoping for a miracle. Nothing. So, I prayed Our Father and three Hail Marys. I was about to give up. But all of a sudden, I was called to the counter.
“Give me your passport,” the counter lady said. After stamping it, she said, “You can go inside.”
“What happened to the tax?” I asked.
“Somebody has paid it for you.”
Oh, one of my colleagues must have realized what happened and came back outside to help me. Thank God! But I asked anyway, “Which person?”
“That woman,” she pointed, “the one who is covered from head to toe with burqa.” A Muslim woman who didn’t know me at all had paid my tax!
I looked for and found her in the waiting room. I thanked her for her generosity and offered to repay her in dollars. She declined, saying, “God has blessed me abundantly. Now it’s my turn to do good to someone else.”
Kebaikan yg kita tanam hari ini mungkin tidak langsung kita petik hasilnya tetapi suatu waktu entah itu anak kita, cucu kita, cicit kita akan memetik hasilnya. What goes around, comes around.
KETIGA: kebaikan kita harus berdimensi AD INTRA and AD EXTRA. Artinya, kita tidak bisa hanya baik keluar tetapi babak belur ke dalam. Kita tidak bisa saja BAIK dengan orang di luar sana sementara orang kita sendiri, dalam rumah kita sendiri, dalam kelompok kita sendiri, dalam lingkungan kita sendiri tidak kita perlakukan secara baik. Ingat perintah YESUS ketika mengutus murid-muridnya. Pergilah, aku mengutus kamu, tidak pertama-tama ke orang Yunani atau Samaria TETAPI pergilah pertama-tama kepada kawananmu sendiri. Artinya, sebelum buat baik banyak-banyak di luar sana PLEASE first TAKE CARE within the house.
Tidak fair, it sounds weird and awkward, tidak pas dan tidak Christo-centrik kalau kita hanya baik-baik dengan yang lain, sementara dengan punya kita sendiri, kita abaikan, cuekin, dan biarkan babak belur.
Intinya, pewartaan kita keluar harus lahir dari atau adalah pancaran kebaikan ke dalam. We can only give what we have, we can’t give what we don’t have. Kita hanya bisa memberi apa yang kita miliki. Kita tdk bisa memberi apa yang tidak kita miliki.
Mari kita terus berbuat baik meskipun kebaikan kita tidak dihargai, tidak dibalas, atau diremehkan karena SAATNYA akan tiba ketika Tuhan melipatgandakan semuanya. Jangan berpikir untuk melakukan hal-hal besar, magnificent, extraordinary, spectacular. Lakukan hal-hal kecil dan sederhana dengan HATI & CINTA yang besar. Meminjam bahasa Santa Ibu Theresa of Calcuta, “We don’t need to do the extraordinary things, we just need to do the ordinary things with the extraordinary LOVE.”
Selamat berhari Minggu, selamat mencintai, dan gas poll dengan kebaikan-kebaikan kita.